Semasa
hidupnya, Ali bin Abi Thalib dan istrinya, Fatimah Az-Zahra dapat saja hidup
dengan mudah dan harta yang berlimpah. Karena mereka adalah putri dan menantu
Nabi Muhammad SAW. Namun hal itu tidak pernah mereka lakukan.
Ada sebuah kisah mengenai suatu
hari dimana Rasulullah datang mengunjungi Fatimah, dan mencari cucu-cucunya.
Fatimah menjawab, “Pagi ini tidak ada sesuatu di rumah yang dapat dicicipi, sehingga
Ali mengatakan,’Saya akan pergi dengan keduanya ke rumah seorang Yahudi.”
Rasulullah kemudian menyusulnya
dan melihat kedua cucunya sedang memainkan sisa kurma. Rasul bertanya, “Wahai Ali, mengapa engkau tidak
menyuruh kedua anakku ini pulang sebelum mereka kepanasan?” Ali menjawab, “Pagi ini tak ada sesuatu pun yang
kami miliki di rumah. Bagaimana jika engkau duduk dulu, wahai Rasulullah,
sampai aku mengumpulkan buah untuk Fatimah?”
Begitulah yang dilakukan Ali bin
Abi Thalib, pejuang Islam yang perkasa. Ia tak segan menimba air untuk seorang
Yahudi, dimana untuk setiap timba ia mendapat sebutir kurma. Setelah terkumpul
cukup untuk ia dan keluarganya, ia pun kembali ke rumah.
Pernah satu hari, menurut cerita
Imran bin Hushain, Fatimah muncul di depan Rasulullah dengan wajah
kekuning-kuningan dan pucat akibat kelaparan. Rasulullah lalu berkata,“Mendekatlah Fatimah.”
Setelah itu beliau berdoa, “Ya Allah yang mengenyangkan orang
yang lapar dan mengangkat orang yang jatuh, janganlah engkau laparkan Fatimah
binti Muhammad.”
Imran bersaksi, “Darah tampak kembali di wajahnya dan
hilanglah kekuning-kuningannya.”
***
Kesederhanaan hidup Ali bin Abi
Thalib dan Fatimah Az-Zahra adalah sesuatu yang dijaga, sebagai bentuk sikap
istiqamah agar tidak mendewakan dunia. Rasulullah pun ikut terjun langsung
menjaga akhlak keluarga buah hatinya.
Sebuah kisah datang dari Musa
bin Ja’far, ketika Fatimah bertemu dengan ayahnya, mengenakan kalung. Segera
ayahnya berpaling darinya. Fatimah pun memutuskan kalung itu, lalu melemparnya.
Gembira, Rasulullah pun berkata, “Wahai Fatimah, engkau adalah dariku.” Tidak lama kemudian lewatlah
seorang pengemis. Rasulullah memberikan kalung Fatimah kepadanya. Kemudian
beliau berkata, “Allah sangat marah kepada orang yang menumpahkan darahku dan
menyakitiku lewat keturunanku.”
Memang sangat menyakitkan bagi
Rasulullah, melihat Fatimah mengenakan perhiasan dunia, sementara masih banyak
kaum muslim yang papa. Asma binti Umais pernah bercerita bahwa ia sedang berada
di rumah Fatimah ketika Rasulullah masuk dan melihat kalung emas bertengger di
leher Az-Zahra. Kalung tersebut diberikan oleh Ali.
Rasulullah langsung berkata, “Anakku, janganlah engkau membuat
orang-orang berkata, ’Fatimah binti Muhammad memakai pakaian kesombongan.” Fatimah langsung mencopot dan
menjualnya hari itu juga. Hasil penjualannya ia gunakan untuk memerdekakan
seorang budak wanita mukmin.
Rasulullah sangat gembira ketika
berita itu sampai kepadanya.
***

Salah satu kebiasaan Rasulullah
ketika bepergian adalah selalu datang ke rumah Fatimah sebelum berangkat dan
segera sesudah pulang. Maka begitu ia mendapati kedua gelang perak di tangan
Fatimah saat pulang dari perjalanan, ia pun langsung beranjak pergi.
Fatimah menangis. Ia panggil
Hasan dan Husein. Diberikannya gelang perak pada yang satu, dan tirai pada
saudaranya, lalu dikirimnya mereka kepada sang ayah. Az-Zahra berpesan, “Pergilah kalian ke tempat ayahku,
ucapkan salam kepadanya dan katakan kepadanya, ’Kami tidak akan melakukannya
lagi, dan ini kami serahkan kepadamu.”
Saat Rasulullah menerima pesan
tersebut, ia pun mencium kedua cucunya, memeluknya, lalu mendudukkan mereka
masing-masing di atas pahanya.
Lalu gelang perak itu
dipotong-potong dan membagi-bagikannya pada sekelompok Muhajirin yang tak punya
tempat tinggal dan harta. Sedangkan tirai dibagikan kepada orang-orang diantara
mereka yang tidak berpakaian.
Kemudian Rasulullah berdoa, “Allah mengasihi Fatimah. Sungguh ia
akan memberinya pakaian surga dengan sebab tirai ini, dan akan memberinya
perhiasan surga dengan sebab kedua gelang ini.”
***
Begitulah Rasulullah beserta
keturunannya hidup. Dengan kesederhanaan, kebersahajaan, dan bahkan kemiskinan
serta kelaparan. Bagaimana mereka bisa kenyang, sedangkan perut orang-orang
miskin tak punya makanan sedikit pun. Bagaimana mereka bisa memakai perhiasan,
sedangkan kaum muslim masih ada yang tidak berpakaian. Bagaimana mereka bisa
memakaikan anak-anak mereka, Hasan dan Husein, perhiasan perak, sementara
mereka mendengar rintihan kaum fakir. Sungguh akhlak dan kepekaan sosial yang
begitu mulia. Melebihi indahnya perhiasan dunia.
Sumber: Fatimah Az-Zahra, wanita
teladan sepanjang masa
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.