Ia
memiliki nama lengkap Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq Ibnu Abi Quhafah Ibn
‘Amr Ibn Ka’ab Ibnu Sa’id Taimi Ibn Marrah Ibnu Ka’ab Ibn Lu’ay. Aisyah r.a
lahir di Makkah pada tahun 614 M, yaitu sekitar empat atau lima tahun kenabian. Ia
terkenal dengan nama Aisyah r.a dan dijulukiAsh-Shiddiqah (perempuan
yang benar dan lurus). Ia juga dipanggil Ummul Mukminin dan
diberi kunyah Ummu Abdillah. Selain itu Rasulullah saw juga
sering memanggil Aisyah r.a dengan sebutan “Bintush-Shidiq” (putri
Ash-Shiddiq, yakni Abu Bakar).
Ayah
Aisyah r.a bernama Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sahabat yang paling dicintai Nabi dan
Khalifah pertama sesudah wafatnya Nabi. Abu Bakar dikenal dengan sifatnya yang
pemurah, berani, jujur dan dermawan. Ia seorang tokoh Quraisy yang sangat
disegani dan dihormati dikalangannya.
Ibu
Aisyah r.a bernama Ummu Ruman binti Amir Al-Kinanah, termasuk wanita-wanita
besar dari kalangan sahabat. Sebelumnya Ummu Ruman sudah pernah menikah. Suami
pertamanya meninggal dan darinya dikaruniai dua anak yang bernama Abdullah dan
Asma. Kemudian Ia menikah dengan Abu Bakar dan dikaruniai dua orang
anak yang bernama Aisyah dan Abdurrahman.
Aisyah
r.a tumbuh dan berkembang di lingkungan yang dijiwai oleh kebenaran islam,
karena ia terlahir setelah Islam datang. Ayah dan ibunya termasuk kelompok yang
pertama masuk Islam. Aisyah r.a sangat beruntung karena tidak pernah mendengar
suara kekafiran dan kemusyrikan di rumahnya. Mengenai hal ini Aisyah r.a
berkata : “Ketika pertama kali aku mengenal ayah-ibuku, keduanya telah
memeluk Islam”
Masa
kecil Aisyah r.a sama seperti anak-anak lain pada umumnya. Ia suka bermain
bersama teman-temannya. Boneka dan ayunan adalah permainan yang paling ia
gemari. Akan tetapi Aisyah r.a bukan anak kecil biasa. Ia dapat mengingat
dengan baik apa yang terjadi di masa kecilnya, termasuk hadis-hadis yang ia
dengar dari Rasulullah saw, bahkan ia bisa mengingat ayat al-Qur’an yang ia
dengar saat ia masih kecil.
Ketika
Rasulullah saw berhijrah ke Madinah, Aisyah r.a baru berusia delapan tahun.
Tapi ia dapat mengingat dengan detail tentang peristiwa hijrah. Tidak ada
seorang sahabat pun yang mampu menjelaskan lebih detail dari pada penjelasan
Aisyah r.a. Hal ini bisa dilihat pada penuturan Aiyah r.a yang sangat
terperinci pada bab Hijrah di Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Rasulullah
saw menikahi Aisyah r.a setelah kepergian Khadijah. Sebelum menikah dengan
Aisyah r.a, Rasulullah saw pernah bermimpi didatangi oleh malaikat yang membawa
secarik kain sutra yang berisi gambar Aisyah r.a. bukhari meriwayatkan kisah
itu sebagai berikut :
“Sebelum munikahimu,
aku pernah melihatmu dua kali di dalam mimpi. Aku melihat malaikat membawa
secarik kain yang terbuat dari sutra. Ku katakan kepadanya, ‘singkaplah’.
Malaikat itu pun menyingkapnya, dan ternyata kain itu memuat gambarmu. Lalu ku
katakan ‘jika ini merupakan ketetapan Allah, maka Dia pasti akaan membuatnya
terjadi’. Pada kesempatan lain, aku kembali melihatnya datang membawa secarik
kain yang terbuat dari sutra. Maka ku katakan kepadanya, ‘singkaplah’ dan
ternyata kain itu memuat gambarmu. Lalu aku berkata ‘jika ini merupakan
ketetapan Allah, maka Dia pasti akaan membuatnya terjadi’.”
Sebelum
dipinang oleh Rasulullah saw, Aisyah r.a sudah bertunangan dengan Jabir bin
Mut’im bin Adi. Akan tetapi Allah swt berkehendak lain. Allah swt telah
merencanakan sebuah kebaikan. Dia memilihkan Aisyah r.a untuk menjadi istri
Rasulullah saw.
Aisyah
r.a menikah dengan Rasulullah saw pada usia 6 tahun. Namun Rasulullah saw tidak
langsung menggaulinya, karena belum memberikan mahar padanya. Ia baru hidup
bersma Rasulullah saw pada usia 9 tahun, yakni pada bulan syawal tahun pertama
hijriah, 3 tahun setelah pernikahannya, ketika ummat Islam telah berhijrah ke
Madinah.
Sejak
itu Aisyah r.a memulai kehidupan berumah tangganya bersama Rasulullah saw yang
sangat ia cintai. Ia hidup bersama Rasulullah saw kurang lebih 9 tahun, karena
saat Rasulullah saw wafat ia baru menginjak usia 18 tahun. Aisyah r.a tinggal
bersama dengan Rasulullah saw di sebuah kamar yang sempit di perkampungan Bani
Najjar di sekeliling masjid Nabawi. Rumah yang jauh dari kata sejahtera dan
nyaman apalagi istana yang mewah.
Luas
kamar Aisyah r.a kira-kira enam atau tujuh hasta. Dindingnya terbuat dari tanah
liat. Atapnya terbuat dari pelepah daun kurma. Tidak dapat dipungkiri, kediaman
Aisyah r.a bersama Rasulullah saw memang jauh dari kemewahan duniawi, tapi
lewat rumah inilah terpancar sumber cahaya Ilahi bagi pemiliknya.
Aisyah
r.a adalah salah satu orang yang paling dicintai oleh Rasulullah. Para sahabat
megetahui dan mengakui hal itu. Jika mereka hendak memberikan hadiah kepada
Rasulullah saw, maka mereka akan memilih hari dimana Rasulullah saw sedang
bersama Aisyah r.a. Rasulullah saw pernah ditanya seorang sahabat mengenai
siapa orang yang paling beliau cintai. Beliau menjawab ‘Aisyah r.a’. kemudian
sahabat menjelaskan bahwa yang ia maksud adalah dari kaum laki-laki. Maka
Rasulullah saw pun menjawab ‘Ayah Aisyah r.a (Abu Bakar).
Rasulullah
saw mempunyai perhatian lebih dan memberikan keutamaan kepada Aisyah r.a
Rasulullah bersabda :
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَمَلَ مِنْ الرِّجَالِ كَثِيرٌ وَلَمْ يَكْمُلْ مِنْ النِّسَاءِ إِلَّا مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَآسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ وَفَضْلُ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
“Dari Abu Musa
Al-Aasy’ari dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: Banyak
lelaki yang sempurna, tetapi belum ada wanita yang sempurna kecuali Maryam
binti Imran dan Asiyah isteri Fir’aun. Keutamaan Aisyah atas wanita-wanita lain
laksana keutamaan roti atas makanan-makanan lain”
Rasulullah
saw banyak menghabiskan waktunya di samping Aisyah r.a. di sisi lain Rasulullah
saw sering kali menerima wahyu pada saat bersama Aisyah r.a. ketika menderita
sakit Rasulullah saw selalu bertanya di mana beliau esok hari. Beliau seakan
tidak sabar menunggu gilirannya di rumah Aisyah r.a. maka istri-istri yang lain
mengizinkan beliau memilih tempat beliau akan dirawat di mana pun beliau suka.
Rasulullah saw pun memilih dirawat di rumah Aisyah r.a hingga akhirnya beliau
wafat.
Aisyah
r.a beruntung karena memperoleh kehormatan untuk menjadi sahabat sekaligus
istri yang paling dekat dengan Rasulullah saw sejak kecil hingga masa
remajanya. Selama kurun waktu kurang lebih 9 tahun Aisyah r.a menjalani hidup
di bawah bimbingan dan asuhan Rasulullah, seorang Nabi agung yang diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia.
Lewat
pendidikan yang ia terima dari Rasulullah saw, Aisyah r.a mampu mencapai
kesempurnaan akhlak. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Aisyah r.a menjadi
sosok teladan bagi muslimah sejati. Ia memiliki sifat zuhud, wara’, taat pada
agama, dermawan dan murah hati serta senantiasa bersikap penuh kasih sayang
kepada sesamanya.
Aisyah
r.a adalah sosok perempuan yang qana’ah. Ia menjalani hidup yang miskin dan
bersahaja bersama Rasulullah saw. Meskipun begitu, ia tak pernah mengeluh.
Bahkan ketika para istri Nabi yang lain meminta tambahan jatah pangan pada saat
perbendaharaan ummat Islam dibanjiri oleh harta yang melimpah ruah, Aisyah r.a
sama sekali tidak mengajukan permintaan penambahan nafkah.
Aisyah
r.a hidup dalam keadaan zuhud dan qana’ah. Ia tidak memakai baju maupun
perhiasan yang mewah. Makanan yang lezat atau kehidupan yang nikmat merupakan
sesuau yang jauh dari kehidupan Aisyah r.a. Ia sangat berhati-hati dengan
kemewahan duniawi yang melenakan. Itulah sebabnya Aisyah r.a enggan menerima
kiriman hadiah untuk dirinya sendiri, baik itu berupa pakaian yang indah, mewah
dan mahal harganya atau berupa makanan yang lezat citarasanya. Kehidupan Aisyah
r.a yang sederhana terus berlangsug hingga ia wafat.
Selain
sikap zuhudnya yang luar biasa, Aisyah r.a juga sosok yang sangat terkenal
dengan kedermawanannya. Sifat ini ia warisi dari ayahnya, Abu Bakar. Keluarga
Abu Bakar Ash-Shiddiq memang dikenal sebagai keluarga yang dermawan, seluruh
hartanya diberikan untuk kepentingan dakwah Islam. Di luar itu semua, Aisyah
r.a juga beruntung mendapat teladan langsung dari Rasulullah saw, orang yang
sangat peduli pada kaum dhuafa.
Urwah
juga megatakan bahwa Muawiyah pernah mengirim utusan yang membawa 100.000
dirham untuk Aisyah r.a, dan ia bersaksi demi Allah, tidaklah matahari terbenam
pada hari itu kecuali Aisyah r.a telah membagikan harta itu seluruhnya. Begitulah
sikap dermawan pada diri Aisyah r.a, bahkan sampai ia lupa menyisihkan untuk
dirinya sendiri.
Begitu
pula dalam menjaga adab pergaulannya pun Aisyah r.a sangat berhati-hati. Aisyah
r.a sangat memperhatikan hijab, terutama setelah ayat-ayat tentang hijab
diturunkan. Ishaq Al’ama (seorang laki-laki tunanetra) pernah berkata:
“Aku mengunjungi
Aisyah r.a dan aku mendengar ia memasang hijabnya yang memisahkan kami. Aku pun
heran dan bertanya kepadanya, ‘Mengapa engkau memasan hijab dariku, padahal aku
tidak bisa melihatmu?’. Aisyah menjawab keheranan ku hingga aku memahaminya,
‘Kalaupun engkau tidak bisa melihatku, tetapi aku bisa melihatmu. Jadi, harus
ada hijab di antara kita.’ ”
Adapun
dalam hal ibadah, ketekunan dan kekhusyuan Aisyah r.a banyak dipengaruhi oleh
ibadah yang dilakukan oleh Rasulullah saw, karena Aisyah r.a adalah orang yang
paling dekat dengan beliau. Aisyah r.a lah yang banyak membawakan hadis-hadis
yang disampaikan kepada orang banyak dengan cara yang mat sempurna, cermat
serta jelas, utamanya bekenandengan ibadah Nabi yang khas, sampai kepada
hal-hal yang sangat detail.
Aisyah
r.a melaksanakan ibadah, termasuk ibadah-ibadah sunnah secara konsisten dan
terus menerus. Ia tidak pernah meninggalkan sholat tahajud. Jika ia tertidur
atau lupa sehingga tidak melaksanakan sholat malam, maka ia akan
melaksanakannya sebleum sholat subuh. Aisyah r.a juga menganjurkan kepada
setiap orang agar melakukannya pada setiap malam secara istiqomah.
Aisyah
r.a juga sangat gemar melakukan puasa sunnah secara beuntun. Ia melalui
sebagian besar harinya dengan berpuasa. Bahkan ketika kondisinya sangat lemah
sampai harus disiram air, ia tetap tidak bergeming untuk membatalkan puasanya. Adapun
untuk pelaksanaan ibadah haji, Aisyah r.a selalu mengerjakannya setiap tahun.
Tidak terhitung berapa kali ia menunaikan ibadah haji dan umrah. Aisyah r.a
pernah melakukan haji bersama Rasulullah saw pada waktu haji wada’.
Aisyah
r.a sangat bijak dan prihatin dalam mengatur kehidupannya. Ia selalu menjaga
agar hidupnya berlangsung seperti dan dalam suasana semasa Rasulullah saw masih
hidup di sampingnya. Hal tersebut tetap berlaku hingga Aisyah r.a menyusul
kepergian Rasulullah saw.
Aisyah
r.a wafat pada bulan Ramadhan tahun 58 H. Namun ada juga pendapat yang
menyebutkan bahwa Aisyah r.a wafat pada tahun 57 H. Sebelum wafat Aisyah r.a
berpesan agar ia dikuburkan pada malam hari. Ia juga berwasiat agar dirinya
tidak dikuburkan bersama Rasulullah saw, Abu Bakar dan Umar di kamarnya. Ia
ingin dikuburkan di Baqi’ bersama sahabat-sahabatnya, karena ia merasa tidak
layak sama sekali untuk mendapatkan kehormatan itu.
Aisyah
r.a ummul mukminin wafat pada malam selasa tanggal 17 Ramadhan, dalam usia 66
tahun. Pada waktu itu Abu Hurairah sedang menjabat sebagai gubernur
sementara kota Madinah. Ia pun mengimami sholat jenazah. Kemudian jenazah
Aisyah r.a dikebumikan di Baqi’ sesuai dengan wasiatnya. Kaum muslimin turut
serta mengantarkan jenazahnya sampai ke pemakaman.
Pada
malam Aisyah r.a wafat, para perempuan berkumpul di Baqi’, seakan-akan malam
itu adalah hari raya. Tidak pernah ada orang berkumpul sebanyak itu pada suatu
malam kecuali pada malam wafatnya Aisyah r.a. salah satu lentera ilmu telah
padam untuk selamanya. Semua orang tenggelam dalam kesedihan seakan-akan mereka
kehilangan ibu kandungnya sendiri.
SUMBER
Muhammad Ibnu Sa’ad Ibn Mani
al-Hasyimi al-Basri, Thabaqat al_kubra, Juz. VIII (Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), hal. 46.
Abdul
Hamid Thamhaz, Sayyyidah Aisyah Ibu dan Pemimpin Wanita Muslimah,(Jakarta:
Pustaka ‘Arafah, 2001), hal. 20.
Sulaiman
An-Nadawi, Aisyah The True Beauty, (Jakarta: Pena, 2007), hal. 3.
Muhmmad
Ali Quthb, 36 Perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW,(Bandung:
Mizania, 2010), hal. 51.Sulaiman An-Nadawi, Aisyah..., hal. 7. Ibid,
hal. 9.
HR. Bukhari No.4609
dalam Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist
Sulaiman An-Nadawi, Aisyah..., hal.
10.
HR. Bukhari No.6495
dalam Kitab 9 Imam Hadist (Jakarta: Lidwa Pusaka i-Software, 2010).
Abdul Aziz Asy-Syinnawi, 12
Wanita Pejuang bersama Rasulullah” (Jakarta: Amzah, 2006) hal. 54.
Sulaiman An-Nadawi, Aisyah..., hal.
43.
HR. Bukhari No.4998
dalam Kitab 9 Imam Hadist ((Jakarta: Lidwa Pusaka i-Software, 2010).
Sulaiman An-Nadawi, Aisyah..., hal.
53. Ibid, hal. 245.
Nurul ‘Aina, Belahan
Jiwa Muhammad saw,( Bandung: Arkan Publishing, 2008), hal. 89. Ibid, hal.
88.
Abdul Hamid Thamhaz, Sayyyidah..., hal.
215. Ibid, hal. 217. Sulaiman An-Nadawi, Aisyah..., hal. 60. Ibid,
hal. 236.
Abdul Hamid Thamhaz, Sayyyidah..., hal.
209.
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.